MAU BUAT WEBSITE UNTUK USAHA/PERUSAHAAN/YAYASAN DLL KLIK DI BAWAH INI

Hosting Indonesia
ALHAMDULILLAH SEGALA PUJI BAGI ALLAH, YANG MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG. SHOLAWAT DAN SALAM SEMOGA TERCURAHKAN KEPADA NABI MUHAMMAD SAW, KELUARGA DAN SAHABATNYA SERTA ORANG-ORANG YANG SELALU ISTIQOMAH DI JALANNYA. BANYAK CERITA YANG HARUS KITA JADIKAN TAULADAN DALAM MENITI PERJALANAN KEHIDUPAN INI. KISAH-KISAH CERDIK YANG TERKEMAS DALAM KATA-KATA MENARIK ADALAH SALAHSATU TITAH YANG MAMPU MENGGUGAH PEMIKIRAN KITA UNTUK TERUS BELAJAR MENUJU KEBAIKAN. BLOG INI HADIR SEBAGAI WACANA BAGI KITA, SEMOGA DAPAT MEMBERIKAN MANFAAT KEPADA PARA PEMBACA YANG BUDIMAN DALAM MENGISI KEHIDUPAN YANG LEBIH BERMAKNA. BANYAK BLOG CERITA-CERITA ATAU KISAH-KISAH UNIK DAN MENARIK YANG KITA KETAHUI, TAPI MUDAH-MUDAHAN BLOG INI BISA MENJADI PELENGKAP DIANTARA BLOG-BLOG YANG LAIN. DAN SEMOGA ALLAH DAN PARA PEMBACA YANG BUDIMAN MEMAAFKAN ATAS SEGALA KEKURANGAN YANG ADA PADA BLOG INI.

Rabu, 17 Februari 2010

SEPATU AJAIB ABU NAWAS

SEPATU AJAIB ABU NAWAS
Pada suatu hari, sehabis sholat subuh Abu Nawas buru-buru ke pasar. Ia ingin membeli barang-barang kebutuhan dapurnya. Sepanjang jalan ia selalu menyapa orang-orang yang berpapasan dengannya. Maklum, ia tergolong orang yang ramah. Beberapa lama kemudian ia sampai di pasar. Ia tidak langsung membeli barang-barang keperluannya. Ia sengaja berjalan-jalan terlebih dahulu untuk melihat-lihat keadaan di dalam pasar. Ketika ia sampai di salah satu sudut pasar, pandangannya tertuju pada kerumunan orang. “hayo tuan-tuan, ini barang murah…ini barang antik…” teriak seorang lelaki tua menawarkan dagangannya di tengah kerumunan.
Abu Nawas bergegas menuju kerumunan orang itu. Dilihatnya banyak sekali barang bagus yang dijual dengan harga dibawah harga pasar. Sebagaimana yang lain, Abu Nawas pun ikut memilih-milih barang. Siapa tahu ada barang yang dibutuhkannya.
Sudah beberapa barang dilihat-lihatnya, dipegang dan diteliti dengan seksama, namun Abu Nawas kurang tertarik. Ia segera mengembalikan barang-barang itu pada tempatnya. “ini barang apa, tuan?” tanya Abu Nawas sambil tangannya menunjuk barang yang masih terbungkus.
“O, itu” kata si pedagang, “itu sepatu ajaib, “jawabnya.
“sepatu ajaib?” tanya Abu Nawas penasaran.
“ Benar tuan. Itu sepatu ajaib yang tidak sembarangan orang memilikinya.
Abu Nawas semakin penasaran, lalu ia bertanya lagi, “Apa kehebatan sepatu ajaib ini?”
“Kehebannya adalah, bila tuan membelinya, tuan akan dikenal banyak orang. Sebab sangat sedikit orang memiliki dan memakai sepatu ini. Begitu juga, bila tuan semula adalah orang yang tidak punya, maka akan menjadi orang berpunya.”
“Hebat sekali….berapa harganya?”
“Murah tuan, hanya 500 dinar.”
“Wah, itu terlalu mahal, “ sergah Abu Nawas, “tapi biarlah, ini saya beli, ya”
Pedagang itu kemudian membungkus sepatu ajaib dan diserahkan kepada Abu Nawas. Karena Abu Nawas hanya membawa uang 500 dinar, iapun langsung pulang, tidak jadi membeli barang-barang keperluannya.
Ketika sampai di rumah, Abu Nawas hampir saja dimarahi istrinya. Sebab istrinya telah cukup lama menunggu kedatangannya beserta bahan-bahan makanan untuk dimasak hari itu. Tetapi yang dibawa malah sebuah sepatu. Ketika istrinya akan marah, Abu Nawas menghiburnya, “maafkan aku istriku, aku belum berbelanja untuk keperluan makan hari ini. Tetapi aku membawa sesuatu yang bisa membuat kita segera menjadi orang yang terkenal dan kaya mendadak.”
Sambil mengeluarkan sepatu ajaib itu dari bungkusnya, Abu Nawas terus menghibur istrinya. “lagi pula untuk keperluan masak hari ini, kita ‘kan bisa membelinya di toko terdekat sini. “mendengar perkataan Abu Nawas yang demikian, istrinya pun bisa menerimanya.
Beberapa hari telah berlalu, Abu Nawas terus menunggu. Di dalam pikirannya terbayang sebentar lagi ia akan menjadi orang kaya dan terkenal. Hari berganti hari, hingga sampai sebulan sudah ia menunggu. Namun saat saat yang di impikan itu tetap saja tak kunjung jadi kenyataan. Akhirnya Abu Nawas memutuskan untuk memakai sepatu ajaib itu ke makna saja ia pergi. Sampai sampai Abu Nawas menjadi terkenal, sebagai pemilik sepatu ajaib.
Namun anehnya, setiap kali Abu Nawas memakai sepatu tersebut, setiap kali itu pula kakinya lecet, terluka. Maklum, sepatu itu sangat kasar fisiknya. Barangkali karena sangat kasar ini pula yang menyebabkan orang orang tidak mau membelinya. Pendek kata, hanya Abu Nawas yang memiliki sepatu seperti itu.
Karena setiap kali sepatu itu dipakai selalu melukai kakinya, Abu Nawas pun kemudian berniat membuang sepatu tersebut. Ia lalu melemparkannya ke atas genting. Sengaja ia melemparkannya kesana, karena siapa tahu kapan-kapan sepatu itu bisa dimanfaatkan lagi. Tetapi karena melemparkannya terlalu keras, genting rumahnya banyak yang pecah dan rontok ke tanah.
“Sepatu sialan!” gerutunya. “sudah sering melukai kaki bila dipakai, sekarang malah membuat genting rumahku rontok dan banyak yang pecah.”
Ia kemudian mengambil sepatu itu dan melemparkannya ke parit di depan rumah. Namun apa yang terjadi? Ketika musim penghujan datang, parit itu tersumbat dan airnya pun tidak bisa mengalir lancar. Akibatnya, air membludak ke mana-mana. Seluruh desa tergenang air.
Para penduduk pun beramai-ramai membersihkan parit. Hingga sampai akhirnya salah satu di antara mereka ada yang melihat sesuatu yang menyumbat aliran air. Ia kemudian mengambinya dari parit tersebut. “ternyata sepatu ini yang menyebabkan kampung kita menjadi banjir, “kata orang itu sambil menunjukkan kepada teman-temannya.
“Ini ‘kan sepatu milik Abu Nawas yang sering dipakai itu?” sahut yang lain.
Karena itu, Abu Nawas pun kemudian dimarahi para penduduk. Sementara Abu Nawas sendiri hanya bisa diam, sebab bagaimanapun ia telah bersalah membuang sepatu ajaib itu ke parit.
“Sepatu ini kembali membawa kemalangan bagi saya,” desah Abu Nawas. “saatnya kini aku harus menyingkirkannya jauh-jauh, namun bagaimana caranya?!”
Rupanya ia tidak mau menempuh cara seperti yang pernah dilakukannya terdahulu. Ia berpikir untuk menemukan cara terbaik menyingkirkan sepatu ajaib itu. Lama ia termenung, hingga akhirnya malam pun tiba, “nah, sekarang aku menemukan cara yang bagus,” ucap Abu Nawas spontan. “aku akan mengubur sepatu ini ke tanah sedalam-dalamnya agar tidak lagi menimbulkan kemalangan bagiku.”
Malam itu juga Abu Nawas berniat untuk mengubur sepatu ajaibnya. Ia tidak ingin lagi berlama-lama bersamanya.
Abu Nawas kemudian keluar dari pintu belakang rumahnya. Sengaja begitu, karena ia tidak ingin ada orang lain melihat apa yang sedang ia kerjakan. Tak lama kemudian ia sudah memasukkan sepatu itu ke dalam lubang galian. Setelah selesai menimbunnya dengan tanah, ia pun bergegas kembali masuk ke rumahnya. Hatinya merasa lega. Sebab sesuatu yang membuatnya sial telah ia singkirkan dari hadapannya.
Akan tetapi tanpa sepengetahuan Abu Nawas, sepatu ajaib itu telah digali dan diambil oleh pencuri yang sejak lama mengintai gerak-geriknya tadi. Pencuri itu mengira bahwa Abu Nawas menimbun emas yang sangat banyak.
Karena malam itu sangat gelap sekali, pencuri itu pun langsung membawanya pergi tanpa mengetahui barang apa sebenarnya yang ia bawa. Dalam hatinya Cuma ada satu, yakni ia telah mendapatkan emas yang sangat banyak.
Namun ketika pencuri itu sampai di depan rumah penduduk yang ada lampunya, ia baru menyadari bahwa yang dibawanya itu bukan emas. “Astaga….! Ternyata ini hanya sebuah sepatu jelek!” teriak pencuri itu sembari membantingnya.
Karena pencuri itu belum mendapatkan barang sedikitpun yang bisa dibawa pulang, akhirnya untuk melampiaskan kekecewaannya, ia pun mencuri dan menguras habis barang-barang di dalam rumah yang ada lampunya tersebut.
Keesokan harinya si pemilik rumah itu terkejut bukan main. Semua barang yang ada di dalam rumahnya telah habis disikat pencuri. Ia kemudian memeriksa sudut-sudut rumahnya, dengan harapan masih ada barang berharga yang tersisa. Selang beberapa saat kemudian, pemilik rumah itu menemukan sesuatu yang tergeletak di halaman rumahnya. “lho ini “kan sepatu ajaib milik Abu Nawas,” ucapnya ketika mengingat pemilik sepatu itu yang tidak lain adalah Abu Nawas. ‘mengapa ada disini? Jangan-jangan yang mencuri tadi malam adalah Abu Nawas, “pikirnya kemudian.
Bersama-sama orang sekampung, pemilik rumah yang kecurian itu kemudian mendatangi rumah Abu Nawas. Ketika sampai di rumahnya, Abu Nawas terkejut bukan main, ketika dituduh sebagai pencuri. “bila aku yang mencuri, apa buktinya?! “bantah Abu Nawas.
“Ini buktinya, “jawab pemilik rumah yang kecurian itu, sambil menunjukkan sepatu Abu Nawas. ‘bukankah ini sepatu milikmu yang tertinggal tadi malam saat engkau mencuri?”
Abu Nawas seketika itu juga menyadari apa yang terjadi. Ia lalu menjelaskan perkara yang sebenarnya sejak awal hingga akhir. Orang-orang itu pun percaya dengan penuturan Abu Nawas, sebab Abu Nawas selama ini dikenal sebagai orang jujur dan berbudi pekerti baik.
Setelah para penduduk meninggalkan rumahnya, Abu Nawas pun kemudian bermaksud mengembalikan sepatu ajaib itu kepedagang di pasar tempat ia membeli. Setelah berpamitan dengan istrinya, ia segera pergi ke pasar untuk menemui si pedagang sepatu tersebut. Tak lama kemudian, sampailah juga ia di pasar dan menemukan pedagang yang dimaksud.
“Assalamu’alaikum!” ucap Abu Nawas memberi salam.
“Wa’alaikum salam,” jawab si pedagang, “oh, engkau Tuan, bagaimana kabarmu?”
“Kabar jelek. Aku selalu ditimpa kemalangan!” jawab Abu Nawas ketus.
“Ditimpa kemalangan bagaimana?” tanya pedagang itu penasaran.
“Gara-gara sepatu ini, aku terus menerus ditimpa kemalangan. Padahal dulu engkau mengatakan bahwa sepatu ini bisa mendatangkan keberuntungan. Aku bisa menjadi orang terkenal dan kaya. Tetapi makna buktinya? Malah aku sering kena marah dari penduduk kampung karena sepatu ini.
“Seingat saya, saya tidak pernah mengatakan seperti itu tuan?” jawab si pedagang tua itu mengelak. “saya mengatakan bahwa bila tuan semula adalah orang yang tidak punya, maka tuan akan menjadi orang yang punya. Buktinya sekarang tuan telah mempunyai sepatu ini dan dikenal oleh orang banyak karena memilikinya.”
Mendengar penuturan edagang itu, abu Nawas hanya bisa diam. Ia menyadari bahwa dirinya telah salah tafsir. ‘tapi….tapi….mengapa sepatu ini engkau katakan sepatu ajaib?” tanya Abu Nawas kemudian.
“Oh, itu?” pedagang tersebut menjawab, “sebab merk sepatu itu bernama Ajaib. Jadi pantaslah bila saya menyebutnya dengansepatu ajaib, sebagaimana kita menyebut ikan emas. Sebab ikan itu berwarna seperti emas.”
Lagi-lagi Abu Nawas tidak bisa berkata apa-apa mendengar penuturan pedagang itu. Lantas, ia mohon diri begitu saja. ‘Tapi tunggu tuan!” cegah pedagang itu ketika melihat Abu Nawas bergegas pergi. “Saya ingin mengatakan sesuatu kepada tuan.”
“Ya, silahkan! Apa yang ingin kamu katakan, “jawab Abu Nawas.
“Saya ingin berpesan, janganlah sekali-kali di hati tuan ada sedikitpun rasa percaya bahwa sesuatu selain Allah itu bisa mendatangkan kekayaan atau keberuntungan atau yang lainnya. Sebab percaya pada sesuatu selain Allah itu bisa membuat kita syirik dan mendapatkan kesusahan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Oleh karena itu, segeralah bertaubat kepada Allah swt. Sebelum segalanya terlambat. Memang, syirik seperti ini jarang sekali kita sadari, kecuali oleh hamba-hamba Allah yang selalu berserah diri kepada-Nya.”
Mendengar penuturan seperti itu, Abu Nawas baru menyadari kesalahannya. Ternyata banyak sekali hal-hal yang bisa membawa kepada perbuatan yang dimurkai Allah. Mulai saat itulah ia sangat berhati-hati kepada hal-hal yang kadang-kadang tanpa disadari akan menjerumuskan kita pada perbuatan syirik kepada Allah swt. Astaghfirullaahal “azhiim wa atuubu ilaihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar